Wednesday 29 October 2014

Hendropriyono: Kasus Talangsari Bukan Pembunuhan, Warga Bunuh Diri dengan Bakar Gubuk

JAKARTA - Pengakuan mengejutkan muncul dari mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono soal kasus Talangsari. Menurut Hendro, pasukannya sama sekali tidak membunuh warga Talangsari, Lampung Timur, melainkan ratusan warga tersebut melakukan aksi bunuh diri.
"Kami mengepung gubuk yang mereka bangun di desa bersama dengan warga desa. Tidak ada yang keluar (dari pondok) karena dilarang oleh kepala suku mereka, oleh para pemimpin mereka. Saya mengatakan bahwa kami akan menyerang anda dan saya meminta anda untuk keluar dari rumah dan menyerah. Tiba-tiba mereka membakar gubuk mereka sendiri. Itulah yang menyebabkan mereka semua mati," kata Hendropriyono seperti dilansir blog allannairn.org, Rabu(29/10/2014) malam.
Dalam blog itu juga Hendro menyebutkan bahwa tidak benar adanya saksi yang memberikan keterangannya ke Komnas HAM bahwa pasukannya menyebabkan 200 orang warga Talangsari, Lampung Timur tewas seketika.
"Ya, tentu saja itu tidak benar," kata Hendro.
Akan tetapi ketika ditanya mengenai mengapa Hendropriyono enggan memberikan kesaksian di pengadilan soal fakta 200 orang warga Talangsari melakukan aksi bunuh diri, tim sukses Jokowi-JK ini enggan menjawab. Ia tetap menerima pernyataan masyarakat bahwa ia dianggap pihak yang bertanggung jawab atas pembantaian di Talangsari itu.
“Jika ada pengadilan untuk saya dalam pelanggaran hak asasi manusia, saya akan menerima," ujar Hendropriyono.
Hendropriyono juga menganggap, tindakan bunuh diri yang dilakukan warga Talangsari di pesantren Warsidi itu merupakan sikap fanatisme. Alasannya sikap pembelaan diri mereka terkait penyerangan aparat militer ke wilayahnya.
Peristiwa Talangsari 1989 adalah insiden yang terjadi di antara kelompok Warsidi dengan aparat keamanan di Dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur (sebelumnya masuk Kabupaten Lampung Tengah). Peristiwa ini terjadi pada 7 Februari 1989.
Peristiwa Talangsari tak lepas dari peran seorang tokoh bernama Warsidi. Di Talangsari, Lampung Warsidi dijadikan Imam oleh Nurhidayat dan kawan-kawan. Selain karena tergolong senior, Warsidi adalah juga pemilik lahan sekaligus pemimpin komunitas Talangsari yang pada awalnya hanya berjumlah di bawah sepuluh orang.
Nurhidayat, dalam catatan, pernah bergabung ke dalam gerakan DI-TII (Darul Islam - Tentara Islam Indonesia) Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, namun kemudian ia menyempal dan membentuk kelompok sendiri di Jakarta. Di Jakarta inilah, Nurhidayat, Sudarsono dan kawan-kawan merencanakan sebuah gerakan yang kemudian terkenal dengan peristiwa Talangsari,Lampung .
Gerakan di Talangsari itu, tercium oleh aparat keamanan. Oleh karenanya pada 6 Februari 1989 pemerintah setempat melalui Musyawarah Pimpinan Kecamatan (MUSPIKA) yang dipimpin oleh Kapten Soetiman (Danramil Way Jepara) merasa perlu meminta keterangan kepada Warsidi dan pengikutnya. Namun kedatangan Kapten Soetiman disambut dengan hujan panah dan perlawanan golok. Kapten Soetiman pun tewas dan dikuburkan di Talangsari.
Tewasnya Kapten Soetiman membuat Komandan Korem (Danrem) 043 Garuda Hitam Lampung Kolonel AM Hendropriyono mengambil tindakan tegas terhadap kelompok Warsidi. Sehingga pada 7 Februari 1989, terjadilah penyerbuan Talangsari oleh aparat setempat yang mendapat bantuan dari penduduk kampung di lingkungan Talangsari yang selama ini memendam antipati kepada komunitas Warsidi. Akibatnya korban pun berjatuhan dari kedua belah pihak, 27 orang tewas di pihak kelompok Warsidi, termasuk Warsidi sendiri. Sekitar 173 ditangkap, namun yang sampai ke pengadilan 23 orang.
Terkait#AM Hendropriyono
Baca Juga
Jimly dan Hendro Sambangi JK Usai Temui Mega
Hasto Sebut Kedatangan Jimly dan Hendropriyono Bukan Bicarakan Kabinet
Harapan Jokowi, Paspampres Tidak Kaku dan Over Acting
Hendropriyono Minta Mantunya Jaga Presiden Jokowi
Andika Diangkat Sebagai Danpaspampres Bukan karena Hendro
Penulis: Willy Widianto

No comments:

Post a Comment